CONTEXSTUAL
TEACHING AND LEARNING DALAM PBI
Dosen Pengampu :
M.
Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun Oleh:
Dewi Anta Sari
PBSI 2016 B (16188201044)
STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No 27-29 Pasuruan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2016/1017
CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PBI
Makalah
Untuk Diseminarkan Dikelas PBSI 2016 B
Dosen Pengampu :
M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun Oleh :
Dewi Anta Sari (16188201043)
STKIP STIT PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No 27-29 Pasuruan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2016/1017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah metode Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Makalah yang berjudul “Contexstual Teaching And
Learning Dalam PBI” ini saya buat dalam rangka menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh
Bapak M. Bayu Firmansyah, M.Pd selaku dosen mata kuliah Metode
Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada dosen mata kuliah ini selaku pembimbing, teman-teman yang
telah memberi inspirasi, dan semua orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Saya sadar makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kedepannya makalah ini
dapat lebih baik lagi.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk saya khususnya dan bagi
para pembaca umumnya.
Pasuruan, 11 Desember 2017
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Contexstual Teaching And Learning ..................................................... 3
2.2 Membangun Pemikir Kritis dan Kreatif Melalui CTL ............................................. 4
2.3 Membangun Semangat Pembelajar .......................................................................... 6
2.4 Metode CTL Bahasa Indonesia ............................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 10
3.2 Saran ........................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Contextual
teaching and learning (CTL) atau belajar dan
mengajar berdasarkan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang merujuk
pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan
dengan diri pembelajar. Pembelajaran secara kontekstual tidak sekadar agar
pembelajar memahami konsep-konsep teoritis, tetapi menjadikan pembelajar (a)
mampu menerima tanggung jawab atas keputusan perilaku sendiri, (b) mampu
menilai berbagai alternatif yang mungkin, (c) mampu membuat pilihan, (d) mampu
mengembangkan rencana, (e) mampu menganalisis informasi, (f) mampu menciptakan
solusi, dan (g) mampu menilai bukti-bukti secara kritis. Dengan berbagai
kemampuan tersebut CTL ingin membangun pikiran pembelajar sesuai dengan
perkembangannya dan menempatkan diri pembelajar sebagai bagian tak terpisahkan
dari situasi yang dialami dalam lingkungan sosialnya.
Agar berbagai daya yang dimilik oleh
pembelajar dapat ditumbuh-kembangkan secara opyomal, pembelajaran dengan
pendekatan CTL harus mampu memanfaatkan berbagai metode yan variatif, media
yang sealamiah mungkin, pengembangan materi yang berbasis masalah, interaksi
yang bersifat personal, dan evaluasi yang mencerminkan autentisitas. Semua ini
dimaksudkan agar pembelajaran melalui pendekatan CTL mampu menghasilkan
pemikir-pemikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu, melalui makalah ini
penulis akan membicarakan mengenai CTL secara lebih jelas.
1.2 Rumusan
Masalah
1)
Apakah pengertian dari Contexstual Teaching and
Learning?
2)
Bagaimana membangun pemikir kritis dan kreatif
melalui CTL?
3)
Bagaimana cara membangun semangat pembelajar?
4)
Apa saja metode CTL bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan
1)
Menjelaskan
pengertian dari Contexstual Teaching and Learning.
2)
Menjelaskan
bagaimana membangun pemikir kritis dan kreatif melalui CTL.
3)
Menjelaskan
cara membangun semangat pembelajar.
4)
Menjelaskan
apa saja metode CTL bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Contexstual Teaching and Learning
Contexstual
Teaching and Learning (CTL)
atau belajar dan mengajar berdasarkan pendekatan kontekstual adalah
pembelajaran yang merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau
lingkungan yang berhubungan dengan diri pembelajar. Pembelajaran secara
kontekstual tidak sekedar agar pembelajar memahami konsep-konsep teoritis
tetapi menjadikan pembelajar (a) mampu menerima tanggung jawab atas keputusan
dan perilaku sendiri, (b) mampu menilai berbagai alternatif yang mungkin, (c)
mampu membuat pilihan, (d) mampu mengembangkan rencana, (e) mampu menganalisis
informasi, (f) mampu menciptakan solusi, (g) mampu menilai bukti-bukti secara
kritis.
Karena
yang ingin dibangun dalam CTL adalah perkembangan pikiran pembelajar sesuai
dengan perkembangannya (baca: mempercepat perkembangan long tern memory), pembelajar harus dihadapkan dengan realita yang
ada disekitarnya untuk memahami konsep-konsep teoretis dan akademis. Oleh
karena itu, strategi pembelajaran dengan pendekatan CTL harus berfokus pada (a)
pembelajaran berbasis problem, (b) menggunakan konteks yang beragam, (c)
mempertimbangkan kebhinekaan pembelajar, (d) membelajarkan pembelajar untuk belajar
secara mandiri, (e) belajar melalui kolaborasi, (f) menggunakan penilaian
autentik (dengan kasus-kasus riil), (g) mengejar standar tinggi.
Agar
berbagai daya yang dimiliki oleh pembelajar dapat ditumbuh-kembangkan secara
optimal, pembelajaran dengan pendekatan CTL harus mampu memanfaatkan berbagai
metode yang variatif, media yang sealamiah mungkin, pengembangan materi yang
berbasis maslah, interaksi yang bersifat personal, dan evaluasi yang
mencerminkan autentisitas. Semua ini dimaksudkan agar pembelajaran melalui
pendekatan CTL mampu menghasilkan pemikir-pemikir kritis dan kreatif.
Pembelajaran
berfokus pada pembelajar memberikan konsep berfikir bahwa pembelajar harus
dibawa ke basis pemikiran lokal tetapi ditumbuhkembangkan ke wawasan berfikir
global. Implementasinya dalam pembelajaran, pembelajar harus diakrabkan dengan
materi-materi yang ada di dunia sekelilingnya tetapi harus ditumbuhkembangkan
ke pola pikir yang bersifat mendunia.
2.2 Membangun
Pemikir Kritis dan Kreatif Melalui CTL
Pemikir kritis adalah pemikir
yang mampu berfikir secara sistematis untuk menemukan kebenaran dengan
mengevaluasi bukti-bukti, asumsi, logika, dan bahasa orang lain yang mendasari
pernyataan orang lain tersebut. Seorang pemikir kritis memiliki ciri penanda
sebagai berikut.
1)
Mampu mengidentifikasi masalah
Di
seputar kita penuh dengan berbagai persoalan. Namun, tidak semua persoalan
dapat diangkat menjadi masalah. Hanya fenomena yang memperlihatkan adanya
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan sajalah yang dapat disebut sebagai
masalah. Untuk dapat mengidentifikasi fenomena sebagai suatu masalah
membutuhkan pemikir kritis, bukan orang kritis. Pemikir kritis akan mampu
melihat fenomena yang memiliki kemungkinan untuk menjadi masalah dan fenomena
yang benar-benar tetap sebagai gejala.
2)
Mampu menentukan sudut pandang
Setiap
persoalan selalu bersifat multidimensional. Artinya, setiap persoalan dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sekian banyak sudut pandang, hanya
ada satu sudut pandang yang memberikan peluang untuk dapat dipakai sebagai
titik pijak melihat alternatif pemecahan pada saat itu yang sesuai dengan
konteks dan situasinya.
3)
Mampu mengajukan alasan
Setiap
alternatif pemecahan masalah membutuhkan argumentasi mengapa alternatif
pemecahan masalah tertentu dipilih dan mengapa bukan alternatif yang lain. Alasan-alasan
itu hanya bisa dilihat oleh sorang pemikir kritis karena kemampuannya melihat
banyak pilihan dan harus hanya memilih salah satu saja. Kemampuan melihat satu
alternatif pemecahan masalah disertai dengan berbagai resiko jika alternatif
lain yang harus dipilih.
4)
Mampu mengemukakan asumsi-asumsi
Untuk
memecahkan masalah seseorang harus berawal dari asumsi-asumsi (berbagai dasar
pemikiran) yang mungkin dapat
dikembangkan sebagai dasar teori untuk memecahkan masalah. Hal ini perlu
dilakukan karena seorang pemikir kritis biasanya berpikir mengenai sesuatu yang
sebelumnya belum dilakukan oleh orang lain.
5)
Mampu menggunakan bahasa dengan jelas
Seorang
pemikir kritis mampu menggunakan bahasa secara efektif. Bahasa efektif yaitu
bahasa yang kalimat-kalimatnya mampu mewakili secara tepat isi pikiran atau
perasaan penulis dan sanggup menarik perhatian pembaca terhadap pokok masalah
yang dibicarakan. Ciri-ciri bahasa efektif, antara lain (a) memiliki daya untuk
menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pembaca seperti yang dipikirkan
penulis, (b) gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam
pikiran pembaca atau pendengar, (c) menggunakan penalaran yang logis.
6)
Mampu mengemukakan bukti-bukti sebagai pendukung yang
meyakinkan
Setiap
pemikiran memerlukan bukti pendukung. Bukti pendukung dapat berupa data,
contoh-contoh, ilustrasi yang dapat meyakinkan orang lain bahwa pemikiran yang
dikemukakan memang benar.
7)
Mampu menarik kesimpulan
Kesimpulan
merupakan bagian akhir dari pemikiran yang bermaksud untuk menunjukkan kepada
orang lain bahwa seseorang telah sampai pada titik tertentu dalam membahas
suatu pokok masalah. Hal ini menjadi penting karena seseorang memberikan
informasi kepada orang lain jika ada yang tertarik untuk menindaklanjuti
pemikirannya.
8)
Mampu melihat implikasi dari kesimpulan yang sudah
diambil
Implikasi
merupakan sesuatu yang terkait secara tersirat dengan persoalan lain yang
relevan dengan pokok masalah yang telah disimpulkan. Seorang pemikir kritis
tidak hanya melihat hasil pemikirannya dengan sesuatu yang secara langsung
berkaitan dengan masalah yang dibicarakan, tetapi melihat lebih jauh ke depan
terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada masalah lain.
CTL
juga membangun pemikir kreatif. Pemikir kreatif adalah pemikir yang mampu
mempraktikkan asosiasi dan imajinasi secara bebas dalam menemukan cara baru
untuk memecahkan masalah. Ciri penanda pemikir kreatif yaitu harus mampu
melakukan aktivitas mental, seperti (1) selalu mengajukan pertanyaan, (2) mempertimbangkan
informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka, (3) membangun
keterkaitan, (4) menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas, (5) menerapkan
imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru yang berbeda, dan (6)
mau mendengar intuisinya.
2.3 Membangun
Semangat Pembelajar
CTL
ingin membangun pembelajaran yang muatan akademisnya berkaitan dengan konteks
kehidupan pembelajar sehari-hari. Konteks kehidupan sehari-hari menjadi sangat
penting karena mampu merangsang sel-sel serat otak untuk membentuk jalan menuju
ke pemahaman akademis yang lebih bermakna mengenai suatu konsep berpikir
tertentu. Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan agar CTL mampu mencapai
keberhasilan belajar dengan standar tinggi, yaitu:
a)
Prinsip
saling ketergantungan
Tidak ada masalah di alam semesta yang berdiri
sendiri. Satu sama lain saling bergantung dan saling memengaruhi sehingga alam
semesta dapat bergerak berdasarkan suatu sistem yang teratur. Ketika seorang
pengajar masuk ke kelas, mestinya juga berfikir apakah pembelajar saya akan
saya bawa ke hukum alam semesta yang bersifat universal dan saling bergantung
ataukah justru saya jauhkan dari pengaruh hukum alam yang saling bergantung
satu sama lain?
Pendidikan sistem tradisional yang menempatkan
pembelajar untuk saling berlomba dengan mengalahkan satu sama lain sehingga
muncul satu orang menjadi the best, ternyata telah gagal membangun peradaban
dunia yang lebih baik. Pendidikan sistem ini menempatkan pembelajar satu
terlepas dari pembelajar lain untuk saling menakhlukkan.
b)
Prinsip
pembelajaran mandiri dan kerjasama
Sifat alami seorang anak dalam
perkembangannya selalu menuju ke kemandirian dalam bertindak dan mengambil
keputusan. Ketika mereka masih kecil seakan tidak berdaya adalah pandangan
orang dewasa yang keliru. Padahal, sesuai dengan perkembangan kognisinya setiap
anak selalu ingin berbuat maksimal sesuai dengan tahap perkembangannya.
CTL berpandangan bahwa sifat
mandiri dan kerjasama yang alami justru akan membawa pembelajar pada tumbuhnya
rasa percaya diri kesadaran bahwa keberhasilan merupakan kesuksesan bersama.
c)
Prinsip
kebermaknaan dalam belajar
Pendekatan CTL menanamkan pemahaman kepada
pembelajar bahwa belajar bukan sekadar memahami informasi, tetapi pemberian
makna terhadap informasi yang dipelajari dengan kebutuhan hidup dalam konteks
yang sesungguhnya.
d)
Prinsip
berpikir kritis dan kreatif
Berpikir kritis yaitu berpikir secara sistematis
untuk menemukan kebenaran dengan mengevaluasi bukti-bukti, asumsi, logika, dan
bahasa orang lain yang mendasari pernyataannya. Berpikir kreatif adalah
berpikir untuk mencari kesempatan mengubah sesuatu menjadi lebih baik.
e)
Prinsip
penilaian secara autentik
Penilaian autentik memberikan tanggapan kepada
pembelajar untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam
situasi nyata untuk tujuan yang bermakna. Penilaian autentik memberikan peluang
kepada pembelajar untuk memperlihatkan kemampuan terbaik mereka sambil
memperlihatkan apa yang sudah mereka pelajari.
2.4 Model
CTL Bahasa Indonesia
Desain pembelajara bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan pendekatan CTL
dirancang berdasarkan komponen-komponen pembelajaran pada umumnya. Yang
membedakan adalah asumsi-asumsi teoretis yang dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
pembelajaran. Desain pembelajaran secara kontekstual tersebut dapat dirancang
dengan memperlihatkan komponen pembelajaran sebagai berikut.
1)
Pemilihan
materi
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus
memilih materi yang tidak jauh dengan lingkungan hidup pembelajar. Materi ini
dapat dikembangkan secara tematis. Materi pembelajaran harus dikemas dalam
bentuk problem solving (pemecahan masalah) sehingga memungkinkan pembelajar
untuk mengemukakan pendapat pribadi secara argumentatif yang didukung dengan
data serta argumen-argumen yang lain.
Materi pembelajaran yang kontekstual hendaknya
diberikan secara beragam sehingga pembelajar diperkenalkan dengan aneka ragam
konteks kehidupan.
2)
Metode
pembelajaran
Metode pembelajaran berdasarkan
pendekatan CTL harus memeberikan peluang kepada pembelajar untuk bekerja sama
dengan pembelajar ain agar terjadi tukar-menukar gagasan untuk saling beradu
argumen sehingga pembelajar terbiasa untuk menerima atau memberi sumbangan
pikiran orang lain. Hal ini sangat penting karena dengan terbiasa menerima
pendapat orang lain akan tumbuh sikap saling menghargai, memberi, dan menerima.
Pembelajaran CTL juga perlu
mengakomodasi kemungkinan pembelajar untuk sukses bersama sehingga perlu
dibiasakan tumbuhnya semangat belajar tinggi.
3)
Teknik
pembelajaran
Beberapa teknik yang dimaksud dapat berupa:
a.
Membentuk kelompok di antara pembelajar
Mereka saling bertukar informasi mengenai apa yang dirasakan dalam
situasi alamiah. Misalnya, ketika pembelajar secara bersama-sama mengunjungi
suatu objek wisata, kemudian setiap pembelajar menulis laporan tentang objek
wisata yang dikunjungi.
b.
Berbagi tugas di antara pembelajar
Setiap pembelajar mendapat tugas untuk saling mengidentifikasi objek di
suatu tempat. Setiap pembelajar melaporkan hasil identifikasinya untuk
dicermati oleh pembelajar lain dan kemudian saling memberikan tanggapan dan
komentar.
c.
Saling membantu di antara pembelajar
Setiap pembelajar diberi kasus suatu peristiwa dalam masyarakat yang
berbeda-beda untuk dipecahkan.
d.
Saling memberi semangat untuk sukses bersama
Setiap pembelajar diberi kesadaran bahwa di dunia ini tidak ada satu
masalah pun yang dapat dipecahkan sendirian. Setiap masalah pasti membutuhkan
sumbangan berbagai disiplin ilmu untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu,
pembelajar sejak dini harus diberi kesempatan untuk membuat proyek agar dapat
diselesaikan secara bersaa-sama dalam bentuk tim.
4)
Strategi
pembelajaran
Strategi
adalah siasat yang harus dilakukan oleh pembelajar agar tujuan belajar dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Jika pembelajar sudah menerapkan suatu teknik
tertentu, belum tentu tujuan belajar dapat tercapai. Oleh karena itu, masih ada
satu langkah lagi yang harus dilakukan, yaitu strategi belajar. Strategi yang
dapat dipilih antara lain (1) saling memberi dukungan untuk keberhasilan, (2)
saling memberi kritik, saran, dan masukan, (3) masing-masing pembelajar selalu
siap menerima kritik, saran, dan masukan untuk dorongan sukses bersama, (4)
setiap pembelajar harus merasakan dan menyadari bahwa andil pembelajar harus
dihargai sebagai kontributor yang sangat signifikan dalam mencapai suatu
keberhasilan.
5)
Media
pembelajaran
Desain pembelajaran dengan CTL
harus memberikan peluang untuk memilih media yang memungkinkan digunakannya
media pembelajaran sesuai dengan konteks dan situasi belajar pembelajar.
6)
Interaksi
belajar mengajar
Interaksi belajar mengajar
dengan CTL hendaknya memberikan kemungkinan kepada pembelajar untuk
mengemukakan pemikiran-pemikiran inkonvensional sehingga pikiran kritis dan
kreatif pembelajar dapat terakomodasi dengan baik.
7)
Penilaian
hasil belajar
Penilaian hasil belajar
berdasarkan CTL disarankan menggunakan penilaian autentik. Artinya, penilaian
dengan non-tes, seperti portofolio, proyek, untuk kerja adalah penilaian tepat
untuk pembelajaran berdasarkan pendekatan CTL.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1) Contexstual Teaching and
Learning (CTL) atau belajar
dan mengajar berdasarkan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang
merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang
berhubungan dengan diri pembelajar.
2) Seorang pemikir kritis memiliki ciri penanda
sebagai berikut (1) Mampu mengidentifikasi
masalah, (2) Mampu menentukan sudut pandang, (3) Mampu mengajukan alasan, (4)
Mampu mengemukakan asumsi-asumsi, (5) Mampu menggunakan bahasa dengan jelas,
(6) Mampu mengemukakan bukti-bukti sebagai pendukung yang meyakinkan,
(7) Mampu menarik kesimpulan, (8) Mampu
melihat implikasi dari kesimpulan yang sudah diambil.
3) Beberapa hal yang perlu
dikembangkan agar CTL mampu mencapai keberhasilan belajar dengan standar tinggi,
yaitu (1) Prinsip saling ketergantungan, (2) Prinsip pembelajaran mandiri dan
kerjasama, (3) Prinsip kebermaknaan dalam belajar, (4) Prinsip berpikir kritis
dan kreatif , (5) Prinsip penilaian secara autentik.
4) Desain pembelajaran secara
kontekstual tersebut dapat dirancang dengan memperlihatkan komponen pembelajaran
sebagai berikut (1) Pemilihan materi, (2) Metode pembelajaran, (3) Teknik
pembelajaran, (4) Strategi pembelajaran, (5) Media pembelajaran, (6) Interaksi
belajar mengajar, (7) Penilaian hasil belajar.
3.2 Saran
1)
Bagi
Pengajar
Para pengajar harus tahu dan mememahami analisis wacana. Supaya ketika saat ada siswa yang bertanya ataupun kurang mengerti
tentang menganalisis wacana para pengajar
bisa menjawab dengan tepat sesuai dengan pedoman
yang berlaku.
2)
Bagi
Mahasiswa atau Calon Guru
Bagi calon
pengajar atau mahasiswa sama halnya dengan para pengajar harus mengetahui dan memahami
analisis wacana. Yang mana dapat dilakukan dengan
belajar di kampus ataupun membaca beberapa literatur. Dikarenakan nantinya bisa digunakan sebagai suatu pegangan atau pedoman yang
mana digunakan sebagai mendidik peserta
didik.
3)
Bagi
Peserta Didik
Bagi peserta didik
harus mengetahui analisis wacana, agar saat pembelajaran dilaksanakan maka
peserta didik mudah untuk memahami.
Dan
mengetahui cara menganalisis wacana dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015. Teori
Belajar Bahasa: untuk Guru Bahasa dan Mahasiswa Jurusan Bahasa. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar